Saat seorang Muslim-pria atau wanita-akan menikah, biasanya bisa muncul perasaan yang berbagai macam. Ada rasa gundah, resah, kuatir, bimbang, termasuk juga tidak sabar menunggu datangnya sang pendamping. Bahkan waktu dalam sistem ta’aruf sekalipun tetap masih ada perasaan kesangsian.
Namun, ada juga muncul rasa kekhawatiran. Untuk calon suami, jadi rasa cemas menghantui fikirannya. Cemas bagaimana nantinya setelah menikah? Apakah bisa memenuhi kepentingan rumah tangga atau tdk? Bagaimana nantinya setelah memiliki anak, dapatkah membimbing dan mendidik mereka? Terutama keperluan hidup keseharian semakin mahal dari th. ke th..
Sebaliknya, buat mereka yg tak memiliki kekhawatiran masalah ekonomi dan sudah memiliki calon pasangan, namun punya niat tidak selekasnya menikah. Mereka beralasan, kalau menikah itu tidak mudah, harus temukan kecocokan dulu, harus berpendidikan tinggi dulu, harus kaya terlebih dulu. Jadi hal semacam itu akan jadi tumpukan dosa apabila melalui beberapa saat masak tidak mempersibuk diri dengan kebaikan. Permasalahan paling penting seorang yang akan menikah yakni penyakit beberapa ragu.
Apabila penyakit itu hinggap dalam fikiran dan hati seseorang, jadi saat itu juga waktu yang paling cocok untuk introspeksi diri pada keyakinannya. Oleh karena itu kunci paling penting dalam mengambil langkah ke depan dalam hadapi ujian dan cobaan hidup. Berkaitan dengan kecemasan itu, yang karena itu seseorang tidak selekasnya menikah walaupun sebenarnya sudah mempunyai calon pasangan.
Apabila memang Allah Ta’ala berjanji demikian, kenapa harus ragu? Apabila memang janji dari Zat yang Mahabenar ini sudah terang terdaftar di dalam al-Qur’anul Karim, mengapa mesti ada ketakutan untuk segera menikah? Walaupun sesungguhnya, calon pasangan telah ada. Walaupun sesungguhnya, umur telah waktunya dan memang layak selekasnya menikah. Jadi jalan keluarnya yakni berikhtiar. Apabila berikhtiar sudah dikerjakan, jadi jangan pernah berhenti sekaligus berdoa. Percayalah, Allah Ta’ala telah meyakinkan beberapa saat yang tepat dan terbaik untuk hamba-Nya yg tidak pernah putus harapan dari Rahmat-Nya.
Yakni kewajiban kita untuk yakini janji Allah. Jangan sampai bisikan-bisikan setan menyusup dalam hati. Karena itu dapat menggoyahkan keimanan kita pada kebenaran janji Allah Ta’ala, termasuk saat Allah Ta’ala berjanji akan memampukan hamba-Nya yang miskin jika menikah. Tidak ada yang sulit untuk Allah Ta’ala apabila mau memberi karunia pada hamba-Nya. Sungguh, Allah Ta’ala Maha Pemurah dan Pemberi rezeki. Tinggal kita yakini atau tidak. Dengan keyakinan ini, hidup kita akan optimis dan selalu memikirkan posititf.
Berkaitan dengan karunia Allah Ta’ala, yang dimaksud yakni rezeki. Rezeki dapat berupa materi atau non materi. Namun dijelaskan rezeki apabila di dalamnya ada manfaat untuk dirinya dan orang lain.
Misalnya, seorang ikhwan tidak memiliki sepeda motor yang dapat berikan manfaat yang banyak setelah menikah. Pergi ke mana-mana naik angkutan umum atau bis. Namun, dengan kebaikan-kebaikan yang tulus, jadi Allah Ta’ala buka pintu-pintu rezeki. Mendadak ada dermawan yang menghibahkan sepeda motor untuk kebutuhan dakwah dll. Jadi motor itu jadi manfaat untuk menambah kebaikan. Hingga Allah Ta’ala senantiasa membukakan pintu-pintu karunia-Nya sebagai “hadiah” karena memakai nikmat pada jalur yang bijak.
Demikian pula rezeki non materi. Sebagai contoh, seseorang yang belum menikah juga mempunyai kesehatan, kesempatan, atau bahkan kemampuan yang sama saja dengan setelah menikah. Memang hidupnya sederhana setelah menikah. Namun dia dapat hidup bahagia dengan keadaan yang ditempuh. Karirnya semakin mencapai puncak, tatapan matanya pada hari depan selalu optimis, dan dapat berikan manfaat pada orang lain. Itulah janji-janji Allah Ta’ala untuk yang telah menikah dengan keyakinan yang mantap dan keimanan yang benar.
Pintu-pintu rezeki akan terbuka lebar apabila seseorang telah mengalami satu tahap membahagiakan bernama pernikahan. Setelah kita berusaha dan berdoa, rezeki akan tiba dengan segera. Dengan menikah, kita menginginkan Allah Ta’ala menganugerahkan rezeki yang barakah. Yaitu rezeki yang dapat menentramkan hati dan mensucikan jiwa. Sampai semakin membuat kita berbahagia dan tingkatkan rasa syukur pada nikmat yang sudah Allah Ta’ala berikan dengan semakin giat dan telaten dalam melakukan ibadah dan bekerja. Cuma pada Allah kita menyembah, dan cuma pada Allah kita memohon pertolongan
Sumber;http://globalherbal-solusi.blogspot.co.id