Belitangzone. com - Masih ingatkah dukun cilik bernama Ponari? Bocah kelas IV SD ini pernah menghebohkan Indonesia 2009 lalu. Siapa yang tidak mengenal Ponari. Nama dukun cilik beken asal Dusun Kedungsari, Desa Balungsari, Kecamatan Megaluh, Jombang, Jawa Timur, pernah fenomenal di negeri ini.
Cerita penemuan batu sebesar kepalan tangan anak-anak berwarna coklat kemerahan itu cukup dramatis dan memiliki nuansa mistis. Ponari dalam ceritanya mengungkap, batu itu diketemukan dengan cara tak sengaja, yaitu waktu hujan deras mengguyur desanya.
Seperti bocah-bocah seusianya, Ponari bermain-main dibawah guyuran hujan lebat yang sesekali diiringi suara geledek. Ketika itu, lanjut Ponari, bersamaan suara petir yang menggelegar, kepalanya seperti dilempar benda keras.
Sejurus kemudian, Ponari rasakan udara panas menyebar ke semua badannya. Bersamaan itu, Ponari merasakan ada batu ada dibawah kakinya. Batu itu mengeluarkan cahaya warna merah. Karena penasaran, batu itu dibawa pulang dan ditempatkan di meja.
Tetapi, waktu Ponari beranjak remaja. Kesaktian yang dipunyainya seakan meredup. Pasiennya saat ini bisa dihitung jari.
" Saat ini tidak menentu. Terkadang ada satu orang, terkadang sepi pasien, " tutur nenek Ponari, Mbok Legi. Setiap tamu yang datang, meskipun tidak pernah diminta dan dibanderol tarif, rata-rata memberi uang Rp20. 000.
Kata sang ibu, Mukaromah, mulai sejak pasien mulai sepi, saat ini Ponari lebih konsentrasi sekolah. Putra pertamanya itu kembali melanjutkan pendidikan yang pernah tertunda 3 tahun lamanya.
Status Ponari sebagai dukun cilik memang merubah hidupnya. Setelah secara ekonomi keluarganya naik drastis dari hasil penyembuhan Ponari, dukun cilik itu justru malas ke sekolah, sampai pada akhirnya tak mengikuti ujian nasional beberapa waktu lalu.
" Tahun kemarin ikut ujian di program paket A alhamdulillah lulus. Saat ini melanjutkan lagi ke sekolah Tsanawiyah (sekolah Islam setingkat SMP). Baru kelas satu, " tuturnya.
Tentang materi yang didapatnya dari hasil penyembuhan Ponari, keluarga ini mengakui waktu itu pernah terkumpul uang Rp 1 miliar lebih dari pasien yang datang.
Dengan uang sejumlah itu, dia dapat bangun rumah yang begitu layak, beli 2 bidang sawah seluas 2 hektar, sepeda motor dan perlengkapan rumah tangga.
Tetapi uang yang jumlahnya fantastis untuk orang kampung itu saat ini sudah habis. Keadaan ekonomi keluarganya juga kembali seperti semula.
Ibu dua anak ini mengeluhkan biaya sekolah Ponari yang termasuk mahal. Walau sebenarnya biaya ujian akhir semester itu cuma Rp250. 000. Bahkan juga, untuk melahirkan putra ke duanya ia mengalami kesusahan keuangan.
Berkaitan sepinya pasien Ponari sekarang ini. Mukaromah mempunyai alasan sendiri sejumlah gosip negatif buat pasien tidak lagi datang ke rumahnya. Keluarga Ponari saat ini menempati rumah cukup mentereng untuk ukuran desa setempat. Dindingnya terbuat dari tembok dengan cat menguasai warna putih, berlantai keramik mengkilap. Walau sebenarnya, sebelum memerankan praktik perdukunan rumah Ponari terbuat dari anyaman bambu dengan lantai tanah. Tak tahu apa yang membuat warga Indonesia terutama sebagian warga Jombang meyakini akan kemampuan batu itu.
Sumber : Klikmanfaat. com