Belitangzone, PDI Perjuangan sampai saat ini belum memastikan sikap politiknya berkaitan Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Diberitakan di Kompas.com bahwasanya Marak dikabarkan PDI-P diperkirakan bakal menyandingkan kadernya yang juga Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Bahkan juga, Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Yorrys Raweyai sesumbar support PDI-P bakal selekasnya dideklarasikan. Tetapi, PDI-P masih mempunyai pilihan lain.
![]() |
Megawati |
Selain opsi mensupport petahana, PDI-P juga mempunyai opsi untuk memilih profil yang lolos sistem penjaringan di DPD dan DPP PDI-P DKI Jakarta. Opsi yang lain yaitu dengan skenario kejutan.
Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro lihat, tidak ada kecenderungan PDI-P nanti bakal mensupport Ahok.
Mulai sejak awal, komentar pedas dilontarkan oleh kubu banteng pada Ahok. Dari mulai tudingan Ahok sudah lakukan deparpolisasi. Istilah itu pertama kalinya ditampilkan Sekretaris DPD PDI-P DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi yang juga Ketua DPRD DKI.
Prasetio menilai ada usaha deparpolisasi yang tengah berkembang di Indonesia. Tandanya, kata dia, yaitu ada usaha untuk menghapus peran partai politik dalam pilkada. Hal semacam itu di sampaikan Prasetio dalam menyikapi langkah relawan pendukung Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang menamakan diri Rekan Ahok.
" Memang langkahnya (PDI-P) sama sekali prakondisi yang kami baca itu tak menuju ke petahana, " kata Siti waktu dihubungi, Minggu (11/9/2016).
Simbol-simbol politik yang ditunjukan PDI-P juga dikira mensupport ke arah sana.
Siti menguraikan, PDI-P selalu mempunyai kekhasan sendiri dalam sistem rekrutmen kepala daerahnya. Ahok yang bukan merupakan kader serta tidak ikuti sekolah politik PDI-P mulai sejak awal, dianggap tidak mempunyai dasar untuk di dukung.
Oleh karenanya, Siti memperkirakan, PDI-P pada akhirnya bakal condong mengusung kadernya sendiri untuk Pilkada DKI Jakarta.
" Bu Mega atas dasar apa ujug-ujug merekrut Ahok. Logika saya sebagai peneliti, memandangnya runut saja. Ini tak nyambung, " katanya.
" Seperti orang ingin bangun rumah kan tidak bisa sekaligus di bangun. Ini kok tak ada langkah-langkah yang runtun mengenai itu, " sambung dia.
Pendapat sama disibakkan Pengamat politik dari Kampus Paramadina Jakarta, Hendri Satrio. Simbol-simbol politik yang diperlihatkan PDI-P dan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri bisa jadi tunjukkan kalau partai berideologi ancasila serta marhaenisme itu tidak bakal mensupport Ahok.
Hendri menyampaikan, salah tampak waktu PDI-P memanggil beberapa kepala daerah. Sebut saja Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo, Wali Kota Pangkal Pinang Muhammad Irwansyah, Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo, sampai Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Megawati, lanjut Hendri, juga menyindir Ahok di beberapa peluang. Satu diantaranya pada pembukaan sekolah pemimpin daerah sekian waktu lalu.
" Ada sentilan 'jangan jadi lupa pada partai pengusun' ". Itu kan dapat pula jadi sentilan untuk Pak Ahok yang memanglah meninggalkan Gerindra, " tutur juru bicara Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) itu.
Hendri juga mengatakan masalah singungan Megawati berkaitan mahar politik dalam Pilkada.
" Megawati keras sekali katakan, 'bilang dong Pak Ahok, yang fair. Jangan bicara mahar-mahar', " papar Hendri menirukan pernyataan Megawati. (Kompas)